PEMBAGIAN WARISAN DARI HARTA BERSAMA (GONO GINI)
Dengan segala hormat, Kyai
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Tanpa mengurangi makna/isi, maksud dan tujuannya. Berhubung sebagian tanggapan atas pertanyaan kami kemarin tampaknya belum/lupa memperhatikan lampiran (waris.xls) yang menyertainya; tanpa mengurangi rasa hormat kami, dan demi lebih jelasnya pemahaman kami, mohon banyak bertanya lagi Kyai.
Persoalan Menyeluruhnya.
Seorang Laki-Laki (M) meninggal pada Mei 2012, hebat waris yang hidup pada dikala itu adalah: Istri (Y), 2 Anak Perempuan (N), (R) dan Anak Laki-Laki (P).
TOPIK KONSULTASI ISLAM
Belum sempat dilakukan pembagian harta waris, seorang Anaknya yang Perempuan (N) meninggal pada Juni 2014, hebat waris yang hidup hingga dikala ini adalah: Ibu (Y), Suami (T), Adik Laki-Laki (P), dan Adik Perempuan (R).
Selama berumah tangga dari hasil perjuangan mereka bersama (N & T) mempunyai harta 1 rumah+tanah, 2 tanah dan 2 kebun (estimasi Rp. 300 Jt).
Semua hal terkait harta warisan saya estimasikan/simulasikan kedalam “Rupiah” supaya memudahkan men-dapat citra pembagiannya semata. Hingga dikala ini semua harta warisan belum dibagi.
Pertanyaan saya, Kyai
Sesuai syariah dan aturan Islam yang sebenarnya
1. Saat (M) meninggal, berapa besarnya harta warisan yang harus dibagikan kepada para hebat warisnya? (Hanya Rp. 450 Jt sajakah?!! Atau Rp. 450 Jt + Rp. 100 Jt kah?!! Atau berapa?!!) Dimanakah/apakah dalil hukumnya ?!
Tentang siapa-siapa saja yang ber-hak mendapat warisan dan berapa bab warisannya? (Terima kasih saya sudah paham; Sudah dijelaskan kemarin)
2. Saat (N) meninggal, berapa besarnya harta warisan yang harus dibagikan kepada para hebat warisnya? (Hanya Rp. 300 Jt sajakah?!! Atau Rp. 300 Jt + Perolehan bab warisan (N) dari (M)?!! Atau berapakah?!! Dimanakah/apakah dalil hukumnya ?!
Tentang siapa-siapa saja yang ber-hak mendapat warisan dan berapa bab warisannya? (Terima kasih saya sudah paham; Sudah dijelaskan kemarin)
(Y) dan (R) di satu kota, (P) di lain kota, (T) dan (N) di kota yang lain lagi. Pada kala-kala kesempatan bertemu; (Y) dan (R) selalu mempertanyakan kepada (T) perihal bab warisan gono-gini (N). Dan (T) selalu menjawab dengan tenang dan sabar, bagaimana gono-gini yang selalu dikejar-kejar!?!?; tahu anak pada susah-susah begitu!!!, harta warisan (M) masih juga tidak mau membagikannya hingga dikala ini, hingga ada yang belum mencicipi sudah meninggal lagi!!! Sadarlah!!! Selesaikan itu harta warisan (M), nanti semua harta warisan (N) niscaya secepatnya saya selesaikan, begitulah (T) selalu berdalih
Dengan segala hormat, Kyai
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Tanpa mengurangi makna/isi, maksud dan tujuannya. Berhubung sebagian tanggapan atas pertanyaan kami kemarin tampaknya belum/lupa memperhatikan lampiran (waris.xls) yang menyertainya; tanpa mengurangi rasa hormat kami, dan demi lebih jelasnya pemahaman kami, mohon banyak bertanya lagi Kyai.
Persoalan Menyeluruhnya.
Seorang Laki-Laki (M) meninggal pada Mei 2012, hebat waris yang hidup pada dikala itu adalah: Istri (Y), 2 Anak Perempuan (N), (R) dan Anak Laki-Laki (P).
TOPIK KONSULTASI ISLAM
- PEMBAGIAN WARISAN DARI HARTA BERSAMA (GONO GINI)
- HARTA WARISAN DIMINTA ISTRI KEDUA DAN ANAKNYA
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
Belum sempat dilakukan pembagian harta waris, seorang Anaknya yang Perempuan (N) meninggal pada Juni 2014, hebat waris yang hidup hingga dikala ini adalah: Ibu (Y), Suami (T), Adik Laki-Laki (P), dan Adik Perempuan (R).
Selama berumah tangga dari hasil perjuangan mereka bersama (N & T) mempunyai harta 1 rumah+tanah, 2 tanah dan 2 kebun (estimasi Rp. 300 Jt).
Semua hal terkait harta warisan saya estimasikan/simulasikan kedalam “Rupiah” supaya memudahkan men-dapat citra pembagiannya semata. Hingga dikala ini semua harta warisan belum dibagi.
Pertanyaan saya, Kyai
Sesuai syariah dan aturan Islam yang sebenarnya
1. Saat (M) meninggal, berapa besarnya harta warisan yang harus dibagikan kepada para hebat warisnya? (Hanya Rp. 450 Jt sajakah?!! Atau Rp. 450 Jt + Rp. 100 Jt kah?!! Atau berapa?!!) Dimanakah/apakah dalil hukumnya ?!
Tentang siapa-siapa saja yang ber-hak mendapat warisan dan berapa bab warisannya? (Terima kasih saya sudah paham; Sudah dijelaskan kemarin)
2. Saat (N) meninggal, berapa besarnya harta warisan yang harus dibagikan kepada para hebat warisnya? (Hanya Rp. 300 Jt sajakah?!! Atau Rp. 300 Jt + Perolehan bab warisan (N) dari (M)?!! Atau berapakah?!! Dimanakah/apakah dalil hukumnya ?!
Tentang siapa-siapa saja yang ber-hak mendapat warisan dan berapa bab warisannya? (Terima kasih saya sudah paham; Sudah dijelaskan kemarin)
(Y) dan (R) di satu kota, (P) di lain kota, (T) dan (N) di kota yang lain lagi. Pada kala-kala kesempatan bertemu; (Y) dan (R) selalu mempertanyakan kepada (T) perihal bab warisan gono-gini (N). Dan (T) selalu menjawab dengan tenang dan sabar, bagaimana gono-gini yang selalu dikejar-kejar!?!?; tahu anak pada susah-susah begitu!!!, harta warisan (M) masih juga tidak mau membagikannya hingga dikala ini, hingga ada yang belum mencicipi sudah meninggal lagi!!! Sadarlah!!! Selesaikan itu harta warisan (M), nanti semua harta warisan (N) niscaya secepatnya saya selesaikan, begitulah (T) selalu berdalih
Idulfitri semestinya diisi dengan keakraban kekeluargaan penuh kedamaian. Saya masih buta dan sangat hijau. Hanya sanggup membisu dan mendengar, tidak mengerti siapa yang benar dan tidak. Tidak sanggup membantu alasannya ialah tidak banyak tahu wacana hal begituan, juga tidak tahu darimana harus mengawalinya. Maka saya hanya sanggup banyak minta petunjuk dulu kepada para Kyai di Ponpes Al-Khoirot; semoga saya sanggup mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya, dan bagaimana menegakkannya sesuai SYARIAH ISLAM biar sanggup lebih membawa manfaat buat semuanya.
Pertanyaan saya lebih lanjut, Kyai
3. Sesuai Syariah Islam, benarkah dalih-dalih (argument/alasan) yang disampaikan (T) diatas kepada (Y) dan (R)? Atau kalau berdasarkan pendapat Kyai bagaimana?
4. Dalam kondisi yang sudah demikian, benar ber-HAK-kah (T) memintakan hak bab warisan almarhumah istrinya (N) atas meninggalnya (M) kepada (Y) selaku pemegang semua harta warisan (M)? Apakah/dimanakah dalil hukumnya ?!
5. Sedikit menyimpang tetapi tampaknya masih relevan, buat pemahaman kami kedepan nantinya, Kyai. Siapakah yang “Lebih ber-Hak” dan tentunya lebih pula berkewajiban dan bertanggung jawab mengurus/merawat makam orang yang meninggal? Keluarga yang ditinggalkankah?! (Suami/istri beserta anak-anaknya) atau Kerabat yang ditinggalkankah?! (Bapak/Ibu beserta kakak-adiknya) atau kalau berdasarkan Kyai bagaimana? Atau apakah/dimanakah dalil hukumnya ?!
Demikian pertanyaan-pertanyaan saya, Kyai, dan terima kasih atas segala pencerahan, penjelasannya serta jawabannya, Kyai; semoga kami semua senantiasa didekatkan atas segala rahmat, taufik, hidayah dan inayah-NYA.
Amin Ya Robbal Alamin.
JAWABAN
1. Seperti sudah kami jelaskan bahwa dalam Islam tidak ada harta gono-gini, namun bagi anda mungkin kurang spesifik. Prinsipnya ialah harta yang dibagikan sebagai warisan ialah harta milik M; bukan harta milik Y. Berikut tanggapan yang lebih teknis wacana harta yang harus diwariskan:
(a) 100 juta. Harta ini terang milik M alasannya ialah itu menjadi harta waris.
(b) Sedangkan yang Rp. 450 juta dirinci sebagai berikut:
(i) kalau memang harta ini diperoleh berdasarkan hasil joint venture antara M dan Y, maka harus dipisah lebih dulu mana harta milik M dan harta milik Y. Misalnya, harta milik M senilai 250 juta, sedang milik Y 200 juta, maka yang menjadi harta warisan ialah yang 250 juta saja. Sedangkan yang 200 juta diberikan pada Y alasannya ialah itu hak milik dia.
(ii) Kalau harta senilai 450 juta itu berasal dari modal dan hasil perjuangan dari M seorang, sedangkan Y sebagai istri tidak ada bantuan modal sama sekali, maka berarti harta ini 100% milik M walaupun M mendapatkannya sesudah menikah dengan Y. Apabila demikian, maka harta ini juga menjadi harta waris dan harus dibagikan kepada semua hebat waris yang berhak. Baca: Harta Gono gini dalam Islam
Harta bersama yang bersifat otomatis hanya berdasarkan pada Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan, bukan pada aturan syariah Islam.
2. Besarnya harta waris peninggalan N adalah:
(a) Perolehan bab warisan N dari M. Ini sudah niscaya harta milik N, alasannya ialah itu menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada hebat waris yang berhak.
(b) Sekali lagi kami tekankan, harta yang diperoleh suami istri selama dalam janji nikah tidak otomatis menjadi milik bersama. Ini aturan syariah Islam.
Jadi, uang 300 juta yang kata anda "milik bersama" antara N dan suaminya itu apakah menjadi harta warisan atau tidak itu sangat tergantung dari apakah 300 juta itu hasil joint venture antara N dan suaminya? Kalau iya, contohnya modalnya 50:50, maka 150 juta ialah milik N dan menjadi harta waris yang harus dibagikan kepada hebat waris. Sedangkan sisanya yang 150 juta harus diberikan kepada pemiliknya yakni suami N.
Namun, kalau modal dan yang bekerja ialah suami N saja, maka berarti yang 300 juta ini ialah milik suami N sepenuhnya dan bukan harta warisan. Begitu juga sebaliknya, kalau yang 300 juta itu berasal dari modal harta N saja tanpa ada tugas dari suami, maka ia menjadi harta N sepenuhnya dan dengan demikian ia menjadi harta warisan.
3. Argumen T sebagai suami almarhumah N ada benarnya. Karena, (a) Y semestinya segera membagi warisan M; (b) N belum tentu mempunyai harta gono-gini dalam arti hasil joint venture dengan suaminya. Seperti dijelaskan di atas, apabila T bekerja sendiri dan dari modal sendiri, maka harta yang diperolehnya ialah miliknya sendiri; bukan milik N (istri).
4. T sebagai suami berhak meminta bab warisan almarhumah N (istri T) alasannya ialah dalam perolehan warisan N terdapat bab T juga (sebanyak 1/2). Dan ini porsi yang tidak sedikit.
5. Tidak ada kewajiban mengurus makam. Yang wajib ialah mengurus proses pemakaman dan biayanya diambil dari harta peninggalan almarhum sebelum dibagikan kepada hebat waris.
Namun, belum dewasa yang sholeh dianjurkan untuk selalu mendoakan orangtuanya yang meninggal dunia baik di dekat kuburnya atau dari jauh, berinfak baik menyerupai sedekah pada fakir miskin, membantu pembangunan forum pendidikan atau masjid yang pahalanya ditujukan pada mereka yang meninggal merupakan sikap belum dewasa saleh yang akan sanggup menambah pahala yang wafat atau mengurangi dosanya. Siapa yang sebaiknya berbuat ini? Anak-anaknya terutama alasannya ialah merekalah yang paling berhutang kebijaksanaan pada orang renta dan paling pantas membalas jasa orang tuanya.
Uraian detail dan dalilnya lihat di beberapa artikel di bawah ini:
- Mengirim Pahala pada Orang Mati
- Hukum Ziarah Kubur
- Hukum Berbakti pada Orang tua
________________________________
HARTA WARISAN DIMINTA ISTRI KEDUA DAN ANAKNYA
Assalamu'alaikum Wr Wb,
Team Alkhoirot Yth,
Mohon klarifikasi dan petunjuk untuk pembagian Harta Waris jikalau kondisinya mulai awal ialah sbb :
Ayah menikah dengan Ibu dan dikaruniai 3 orang anak kandung laki-laki, saya ialah anak yang ke 2
Kakak saya (anak ke 1) semenjak kecil diasuh oleh kakek dan nenek, tetapi semua tanggung jawab finansial ialah kedua orang renta saya. Saya sendiri (anak ke 2) semenjak lahir diasuh oleh kedua orang renta saya. +/- 1 ahad sesudah melahirkan adik saya (anak ke 3), ibu saya meninggal ( 23 Februari 1980), dan adik saya tersebut pribadi diadopsi oleh paman (kakak dari ayah) yg kebetulan tidak mempunyai anak kandung.
Selang berjalannya waktu, Ayah saya menikah lagi dengan perempuan yang menjadi ibu tiri saya dan mendapat keturunan 1 orang anak laki2 yang sekaligus menjadi adik tiri saya hingga sekarang.
Saat ini saya sudah berkeluarga dan mempunyai 1 orang anak laki-laki, begitu juga dengan abang saya yg juga mempunyai keturunan 2 orang anak wanita. Sedangkan adik kandung saya yang sudah diadopsi paman, juga sudah berkeluarga dengan 1 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Dan status adik tiri saya hingga dikala ini ialah masih lajang / belum menikah.
Beberapa tahun yang kemudian ayah saya meninggal dunia (10 Januari 2010), dan tidak meninggalkan wasiat apapun termasuk mengenai pembagian harta waris. Sampai dengan dikala ini ibu dan adik tiri saya menempati rumah yang dulunya ditempati ayah kami bersama mereka semenjak ayah saya menikahinya. Saat ini mereka (ibu & adik tiri saya) minta untuk rumah tersebut diatas namakan mereka berdua, alasannya ialah kami sudah mempunyai rumah sendiri - sendiri (diluar harta waris).
1. Mohon petunjuk, bagaimana status dari rumah tersebut dan bagaimana dengan tata cara pembagian warisnya berdasarkan aturan Islam berikut dalilnya.
Demikian disampaikan, terima kasih jikalau sudah memperlihatkan feedback.
Wassalamu'alaikum Wrwb
JAWABAN
1. Kalau rumah tersebut milik almarhum ayah anda, maka ia menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada seluruh hebat waris. Adapun hebat waris dan bagiannya dalam kasus ini ialah sebagai berikut:
(a) Istri kedua mendapat bab 1/8 (seperdelapan)
(b) Sisanya yang 7/8 dibagi secara merata kepada keempat anak kandung baik anak kandung dari istri pertama maupun dari istri kedua.
Adapun seruan ibu & adik tiri anda biar supaya rumah tersebut diatasnamakan mereka, maka itu tergantung kesepakatan ketiga saudara dari istri pertama. Kalau sepakat, maka tidak masalah. Kalau tidak sepakat, maka harus diwariskan sesuai dengan tatacara di atas. Baca detail dalilnya dan panduan lain: Hukum Waris Islam
Baca juga: Harta Gono gini dalam Islam
Sumber https://www.alkhoirot.net
Pertanyaan saya lebih lanjut, Kyai
3. Sesuai Syariah Islam, benarkah dalih-dalih (argument/alasan) yang disampaikan (T) diatas kepada (Y) dan (R)? Atau kalau berdasarkan pendapat Kyai bagaimana?
4. Dalam kondisi yang sudah demikian, benar ber-HAK-kah (T) memintakan hak bab warisan almarhumah istrinya (N) atas meninggalnya (M) kepada (Y) selaku pemegang semua harta warisan (M)? Apakah/dimanakah dalil hukumnya ?!
5. Sedikit menyimpang tetapi tampaknya masih relevan, buat pemahaman kami kedepan nantinya, Kyai. Siapakah yang “Lebih ber-Hak” dan tentunya lebih pula berkewajiban dan bertanggung jawab mengurus/merawat makam orang yang meninggal? Keluarga yang ditinggalkankah?! (Suami/istri beserta anak-anaknya) atau Kerabat yang ditinggalkankah?! (Bapak/Ibu beserta kakak-adiknya) atau kalau berdasarkan Kyai bagaimana? Atau apakah/dimanakah dalil hukumnya ?!
Demikian pertanyaan-pertanyaan saya, Kyai, dan terima kasih atas segala pencerahan, penjelasannya serta jawabannya, Kyai; semoga kami semua senantiasa didekatkan atas segala rahmat, taufik, hidayah dan inayah-NYA.
Amin Ya Robbal Alamin.
JAWABAN
1. Seperti sudah kami jelaskan bahwa dalam Islam tidak ada harta gono-gini, namun bagi anda mungkin kurang spesifik. Prinsipnya ialah harta yang dibagikan sebagai warisan ialah harta milik M; bukan harta milik Y. Berikut tanggapan yang lebih teknis wacana harta yang harus diwariskan:
(a) 100 juta. Harta ini terang milik M alasannya ialah itu menjadi harta waris.
(b) Sedangkan yang Rp. 450 juta dirinci sebagai berikut:
(i) kalau memang harta ini diperoleh berdasarkan hasil joint venture antara M dan Y, maka harus dipisah lebih dulu mana harta milik M dan harta milik Y. Misalnya, harta milik M senilai 250 juta, sedang milik Y 200 juta, maka yang menjadi harta warisan ialah yang 250 juta saja. Sedangkan yang 200 juta diberikan pada Y alasannya ialah itu hak milik dia.
(ii) Kalau harta senilai 450 juta itu berasal dari modal dan hasil perjuangan dari M seorang, sedangkan Y sebagai istri tidak ada bantuan modal sama sekali, maka berarti harta ini 100% milik M walaupun M mendapatkannya sesudah menikah dengan Y. Apabila demikian, maka harta ini juga menjadi harta waris dan harus dibagikan kepada semua hebat waris yang berhak. Baca: Harta Gono gini dalam Islam
Harta bersama yang bersifat otomatis hanya berdasarkan pada Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan, bukan pada aturan syariah Islam.
2. Besarnya harta waris peninggalan N adalah:
(a) Perolehan bab warisan N dari M. Ini sudah niscaya harta milik N, alasannya ialah itu menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada hebat waris yang berhak.
(b) Sekali lagi kami tekankan, harta yang diperoleh suami istri selama dalam janji nikah tidak otomatis menjadi milik bersama. Ini aturan syariah Islam.
Jadi, uang 300 juta yang kata anda "milik bersama" antara N dan suaminya itu apakah menjadi harta warisan atau tidak itu sangat tergantung dari apakah 300 juta itu hasil joint venture antara N dan suaminya? Kalau iya, contohnya modalnya 50:50, maka 150 juta ialah milik N dan menjadi harta waris yang harus dibagikan kepada hebat waris. Sedangkan sisanya yang 150 juta harus diberikan kepada pemiliknya yakni suami N.
Namun, kalau modal dan yang bekerja ialah suami N saja, maka berarti yang 300 juta ini ialah milik suami N sepenuhnya dan bukan harta warisan. Begitu juga sebaliknya, kalau yang 300 juta itu berasal dari modal harta N saja tanpa ada tugas dari suami, maka ia menjadi harta N sepenuhnya dan dengan demikian ia menjadi harta warisan.
3. Argumen T sebagai suami almarhumah N ada benarnya. Karena, (a) Y semestinya segera membagi warisan M; (b) N belum tentu mempunyai harta gono-gini dalam arti hasil joint venture dengan suaminya. Seperti dijelaskan di atas, apabila T bekerja sendiri dan dari modal sendiri, maka harta yang diperolehnya ialah miliknya sendiri; bukan milik N (istri).
4. T sebagai suami berhak meminta bab warisan almarhumah N (istri T) alasannya ialah dalam perolehan warisan N terdapat bab T juga (sebanyak 1/2). Dan ini porsi yang tidak sedikit.
5. Tidak ada kewajiban mengurus makam. Yang wajib ialah mengurus proses pemakaman dan biayanya diambil dari harta peninggalan almarhum sebelum dibagikan kepada hebat waris.
Namun, belum dewasa yang sholeh dianjurkan untuk selalu mendoakan orangtuanya yang meninggal dunia baik di dekat kuburnya atau dari jauh, berinfak baik menyerupai sedekah pada fakir miskin, membantu pembangunan forum pendidikan atau masjid yang pahalanya ditujukan pada mereka yang meninggal merupakan sikap belum dewasa saleh yang akan sanggup menambah pahala yang wafat atau mengurangi dosanya. Siapa yang sebaiknya berbuat ini? Anak-anaknya terutama alasannya ialah merekalah yang paling berhutang kebijaksanaan pada orang renta dan paling pantas membalas jasa orang tuanya.
Uraian detail dan dalilnya lihat di beberapa artikel di bawah ini:
- Mengirim Pahala pada Orang Mati
- Hukum Ziarah Kubur
- Hukum Berbakti pada Orang tua
________________________________
HARTA WARISAN DIMINTA ISTRI KEDUA DAN ANAKNYA
Assalamu'alaikum Wr Wb,
Team Alkhoirot Yth,
Mohon klarifikasi dan petunjuk untuk pembagian Harta Waris jikalau kondisinya mulai awal ialah sbb :
Ayah menikah dengan Ibu dan dikaruniai 3 orang anak kandung laki-laki, saya ialah anak yang ke 2
Kakak saya (anak ke 1) semenjak kecil diasuh oleh kakek dan nenek, tetapi semua tanggung jawab finansial ialah kedua orang renta saya. Saya sendiri (anak ke 2) semenjak lahir diasuh oleh kedua orang renta saya. +/- 1 ahad sesudah melahirkan adik saya (anak ke 3), ibu saya meninggal ( 23 Februari 1980), dan adik saya tersebut pribadi diadopsi oleh paman (kakak dari ayah) yg kebetulan tidak mempunyai anak kandung.
Selang berjalannya waktu, Ayah saya menikah lagi dengan perempuan yang menjadi ibu tiri saya dan mendapat keturunan 1 orang anak laki2 yang sekaligus menjadi adik tiri saya hingga sekarang.
Saat ini saya sudah berkeluarga dan mempunyai 1 orang anak laki-laki, begitu juga dengan abang saya yg juga mempunyai keturunan 2 orang anak wanita. Sedangkan adik kandung saya yang sudah diadopsi paman, juga sudah berkeluarga dengan 1 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Dan status adik tiri saya hingga dikala ini ialah masih lajang / belum menikah.
Beberapa tahun yang kemudian ayah saya meninggal dunia (10 Januari 2010), dan tidak meninggalkan wasiat apapun termasuk mengenai pembagian harta waris. Sampai dengan dikala ini ibu dan adik tiri saya menempati rumah yang dulunya ditempati ayah kami bersama mereka semenjak ayah saya menikahinya. Saat ini mereka (ibu & adik tiri saya) minta untuk rumah tersebut diatas namakan mereka berdua, alasannya ialah kami sudah mempunyai rumah sendiri - sendiri (diluar harta waris).
1. Mohon petunjuk, bagaimana status dari rumah tersebut dan bagaimana dengan tata cara pembagian warisnya berdasarkan aturan Islam berikut dalilnya.
Demikian disampaikan, terima kasih jikalau sudah memperlihatkan feedback.
Wassalamu'alaikum Wrwb
JAWABAN
1. Kalau rumah tersebut milik almarhum ayah anda, maka ia menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada seluruh hebat waris. Adapun hebat waris dan bagiannya dalam kasus ini ialah sebagai berikut:
(a) Istri kedua mendapat bab 1/8 (seperdelapan)
(b) Sisanya yang 7/8 dibagi secara merata kepada keempat anak kandung baik anak kandung dari istri pertama maupun dari istri kedua.
Adapun seruan ibu & adik tiri anda biar supaya rumah tersebut diatasnamakan mereka, maka itu tergantung kesepakatan ketiga saudara dari istri pertama. Kalau sepakat, maka tidak masalah. Kalau tidak sepakat, maka harus diwariskan sesuai dengan tatacara di atas. Baca detail dalilnya dan panduan lain: Hukum Waris Islam
Baca juga: Harta Gono gini dalam Islam
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi: