Istri Sebagai Tulang Punggung Keluarga

 Ketiga saudara saya yang tertua merupakan anak dari istri Papa yang pertama Istri Sebagai Tulang Punggung Keluarga
ISTRI SEBAGAI TULANG PUNGGUNG KELUARGA

Saya ialah anak bungsu dari 5 bersaudara. Ketiga saudara saya yang tertua merupakan anak dari istri Papa yang pertama. Dan saya dengan kakak yang nomor empat ialah anak dari Istri muda. Papa sudah meninggal 17 tahun yang lalu. semua harta warisan sudah dibagi rata. Hanya saja saya masih kecil. Makara tidak begitu menghiraukan persoalan harta warisan. Sepeninggal Papa kehidupan kami mulai berantakan. Mama menikah lagi dengan orang yang sudah usang menyukainya. Mereka menikah pun tidak menanyakan apakah kami berdua (saya dan kakak) oke untuk mendapatkan Bapak tiri. Tapi alasannya mereka sudah terlanjur menikah ya sudahlah mau gimana lagi.. Usaha yang telah ditinggal papa karenanya dikelola mama dan suami barunya. Tapi entah alasannya apa kakak dan mama bertengkar mempermasalahkan itu. Saya tidak begitu terang permasalahannya alasannya waktu itu saya masih kecil.

TOPIK KONSULTASI ISLAM
  1. ISTRI SEBAGAI TULANG PUNGGUNG KELUARGA
  2. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM

Akhirnya sehabis situasi memanas tiba2 mereka memperebutkan hak asuh saya. Ya terang saya tidak mau ikut mama alasannya saya tidak kenal dengan ayah yang baru. Keputusanpun dibuat. Saya hidup dengan kakak. Waktu juga berlalu. Saya lulus SD. Kakak saya memang bagus dan sudah punya perjuangan sendiri (usaha peninggalan papa) jadi banyak yang tertarik kepadanya. Entah alasannya apa ia jatuh cinta dengan suami orang. Bahkan mereka sudah berafiliasi intim dulu. Padahal kekasihnya sudah punya anak 5. Mau gak mau ya harus dinikahkan.

Akhirnya semua perjuangan dipengang oleh suami kakakku. Dan seluruh warisan ia yang handle. Setelah dikaruniai 2 keponakan yang lucu2 dan cantik2 gres tertangkap berair sifat orisinil suami kakakku itu.Saya diperlakukan menyerupai pembantu. Semua pekerjaan rumah dari menyapu, mencuci baju hingga memasak dsb saya yang kerjakan. Semula saya memang sering membantu kakakku walaupun sudah ada pembantu. Tapi alasannya persoalan ekonomi mereka tidak sanggup membayar pembantu. Ya sudah semuanya dikerjakan sendiri oleh kakakku. Semua barang2ku termasuk pakaianku, kamarku, dan piring kotorku kukerjakan sendiri. Tak lupa juga saya membantu pekerjaan kakakku. Entah kerasukan setan apa kakakku menciptakan peraturan baru. Jika seluruh pekerjaan rumah tangganya belum selesai saya gak boleh sekolah. Semua pintu dikunci. Mana sanggup kukerjakan semuanya sementara jam 7 sudah waktunya masuk sekolah? Ya sudah tanpa banyak bicara keesokan harinya terpaksa berdiri jam 3 subuh diawali dengan mencuci baju. Tapi suatu hari saya berdiri kesiangan. Walaupun semua sudah saya kerjakan tinggal satu yang tersisa yaitu basuh piring!! Aduuhhh... Aku lupa! Mau bagaimana lagi waktu sudah memperlihatkan pukul 6.45 terpaksa tidak saya kerjakan. Begitu kakakku melihatnya Masha Allah teganya ia mengadu yang bukan2 ke suaminya. Dia bilang saya gak mau basuh piring lagi. Padahal saya sudah bilang "Gak usah dicuci dah mbak pulang sekolah nanti gres kukerjakan soalnya udah jm segini takut terlambat". Ternyata informasi yang hingga ke pendengaran iparku itu beda. Begitu mendengarnya iparkuu eksklusif mengunci pintu dan menghampiri saya yang sedang mempersiapkan tas sekolah. Dia eksklusif menjambak rambutku. Dipeganginya keras dan dihantamkan ke lemari hingga 5 kali banyaknya. Kacamataku terjatuh. Kepalaku eksklusif pusing. Dengan takutnya eksklusif kuambil sepatukuu dan lompat keluar rumah lewat pintu pagar. Untung kakakku sedang belanja ke warung jadi pintu rumah lupa tidak di kunci meskipun pagar tetap ia kunci. Saya eksklusif berlari sekuat mungkin dengan kepala pusing yang penting lari jauh dari kawasan itu... Jauuuuhhh sekali. Sampai di sekolah kepalaku tambah pusing dan hidungku berdarah. Saya tidak memberitahu guru wacana insiden yang telah saya alami. Setelah dibawa ke ruang UKS karenanya guru menyuruh pulang. Saya pun mengambil tas dan berdiri di depan pintu pagar sekolah. hati saya berkata : Aku mau pulang kemana ini? Pikiranku tertuju ke mama. Dan kuputuskan pergi kerumah mama. Dia menerimaku tinggal dirumahnya. Alhamdulillah... Sudah ada kawasan untuk pulang...

Waktupun berjalan. Tinggal 1 ahad lagi hasil UAN keluar. Itu tandanya saya sudah mau SMU. Dimana semua orang bilang masa2 itu ialah masa yang paling indah. Tapi Allah berkehendak lain. Sesudah hasil UAN keluar dan waktuku di sekolah Sekolah Menengah Pertama itu kurang 10 hari, Ayah tiriku punya maksud lain. Waktu itu mama pergi ke pasar. Sepulang sekolah saya eksklusif tidur. Karena tidak ada orang dirumah entah setan mana yang sedang lewat. Ayah tiriku menghampiriku yang sedang tidur. Dia eksklusif meraba kakiku. Sayapun terbangun. Ketika melihat saya terbangun Dia eksklusif menutup mulutku dengan kasar. Dia mau memperkosaku. Sayapun berontak. Tapi ia memegang golok. Dan mengancam akan membunuhku bahkan membunuh mamaku kalau saya berteriak. Tapi saya tidak peduli dan berusaha melarikan diri. Mungkin ia sudah nekat. Dia menutupi mulutku dengan kain. bahkan tangan dan kakiku juga diikatnya. Percuma kalau ingin berteriak atau berontak. Akhirnya ia mendapatkan keperawananku. Mama pun datang. Dia mendengar bunyi tangis dari kamarku. Tapi saya tidak sanggup menyakitinya. Saya bilang terjatuh dari pohon rambutan alasannya darah yang mengalir di kakiku tidak sanggup dibohongi. Untung saja celanaku warna hitam jadi Mama tidak tahu kalau darah itu berasal dari kelaminku. Hatiku hancur.rasanya tidak sanggup menanggung semua persoalan ini. Setelah mendapatkan ijazah Sekolah Menengah Pertama kuputuskan untuk masuk pondok pesantren saja dan tidak melanjutkan SMU. Apalagi sudah keadaan tidak perawan ditambah pikiran yang amburadul. Takut malah mengganggu ke pelajaran. 3 tahun sudah berlalu menjalani hidup dii pesantren. Beban sudah mulai ringan. Bahkan nyaris tak bersisa kenangan2 jelek yang sudah kualami. Ternyata selama itu ustadzku menaruh hati padaku. Dia eksklusif melamarku. Saya mana sanggup menerimanya begitu saja alasannya ia akan mendapatkan istri yang sudah tidak perawan. Kuputuskan untuk terus terang kepadanya. Dia pun mengerti dan menerima. Saya juga berpikir. Siapa juga yang mau menikahiku yang sudah tidak perawan ini? Meski ia bukan laki-laki idaman wanita, dengan wajah yang tidak mempesona, kerjaan kurang mapan bahkan ekonomi yang kurang kuterima ia dengan ikhlas kalau dibandingkan kekuranganku yang kuberikan kepadanya. Selisih usia kami 12 tahun.
Setelah menikah segala kekurangannya kupahami. Untuk dimakan saja mungkin sedikit susah. Karena ia menanggung nenek dan Pamannya. Setelah 1 tahun saya hamil. Ibu mana yang tidak ingin jabang bayinya sehat dan lahir sebagai bayi yang normal? Saya pun meminta kepada suamiku susu untuk ibu hamil. Dia tidak sanggup menyanggupi. Dan ia menganjurkanku untuk pergi ke posyandu saja. Ya sudah kulaksanakan perintahnya. Selama saya hamil ia sering tidak bekerja. Bagaimana sanggup saya menabung untuk kelahiran bayiku? Oke,, kumaklumi itu. Kebetulan ada sekolah dasar terbuka yang sedang mencari tenaga. Akhirnya saya coba untuk masuk dan memperlihatkan tenaga untuk mengajar. Alhamdulillah diterima. Walaupun dengan honor yang tidak cukup untuk dimakan paling tidak sanggup mengurangi beban suamiku. menjelang 4 bulan kehamilanku suami sudah bekerja meski hasilnya tak seberapa tapi sanggup untuk dimakan. Tapi ada yang gila dengannya. Kenapa hasil kerjanya tidak diberikan padaku? Malah diberikan kepada neneknya? Padahal nenek dan pamannya sudah kita tanggung. Malah yang diberikan padaku hanya 6.000-7.000 untuk belanja. Beli beras saja tidak cukup. sementara yang diberikan kepada neneknya antara 15.000-20.000 rupiah. Coba banyangkan. Mana cukup untuk dimakan 4 orang dalam 1 hari?Oke.. Kumaklumi lagi. Kuputuskan saja bahwa hasil kerjaku untuk bekal persalinan saja. Tapi tidak bisa. Karena banyak kebutuhanku mulai dari popok bayi hingga biaya persalinan membutuhkan biaya yang banyak. Mana urusan dapur yang juga butuh banyak. Oke.. Hasil kerjaku mulai ambil andil di keluarga. Hingga ketika kelahiran putriku tiba. Suami bilang kalau ia tidak punya uang sama sekali. Tapi tidak kupertanyakan kemana hasil kerjanya. Bahkan tidak pernah sama sekali saya minta dibelikan baju hingga pakaian dalam. Semuanya saya beli sendiri. Oke... Kumaklumi. Untung ada tabungan honorerku. Syukurlah cukup untuk biaya persalinan. Waktupun berjalan. Anakku sekarang menginjak usia 4 tahun. Itu artinya usia pernikahanku sudah 5 tahun. Anakku ingin kumasukkan Pendidikan usia Dini/PAUD. Suamiku menyetujuinya. Setelah masuh semester pertama kok rasanya butuh biaya banyak untuk sekolah. Dengan belanja 7.000/hari mana sanggup kusisihkan untuk sekolahnya? Akhirnya kuputuskan untuk berhenti mengajar dam mencari pekerjaan yang lebih layak. Dan saya mendapatkannya. Dengan honor 700rb mungkin sanggup dibilang cukup. Tapi sehabis masuk bulan kedua suamiku tidak bekerja lagi. Bahkan tidak sempat terlintas dipikirannya untuk mencari yang namanya rejeki. Dia malah tidur2an sehabis menjemput anakku sekolah. Oke kumaklumi. Muncul inspirasi di pikiranku. Setiap pulang sekolah anakku mesti kuantarkan kerumah mamaku. Dengan impian suamiku sanggup kembali menjalankan tugasnya menafkahi keluarganya. Dengan tidak adanya anak kami dirumah ia malah tambah nyenyak tidur dan tanpa beban. Hasil kerjaku ternyata barokah. Bisa menyekolahkan anak, sanggup membeli TV dan sanggup dimakan. Tapi dengan keadaan menyerupai itu suamiku masih tidak sadar. malah uang hasil kerjanya diberikan kepada neneknya dalam jumlah yang lebih banyak dan diberikan kepada mertuaku. Aku bukannya iri kepada mereka. Tapi apakah harus saya yang menanggung semuanya sementara suamiku masih berpengaruh untuk bekerja?

Aku memang tidak pernah membahas masalahh ini selama ijab kabul kami alasannya saya tidak arif berdebat dengan orang lain dan saya lebih cenderung menyerah daripada malah jadi pertengkaran. Dari hasil jerih payahku kusisihkan tiap bulan untuk kredit motor. Dan suamiku minta dibelikan juga alasannya ia berjanji akan bekerja kalau ada motor. Oke... Kumaklumi itu. Kubelikan ia motor meski tidak bagus tapi mungkin sanggup ia pakai. Iya memang ia pamitan bekerja dengan sepeda barunya. Alhamdulillah mungkin bebanku sanggup berkurang. Kebetulan waktu itu tanggal merah. Aku libur. Setelah semua pekerjaaan rumah selesai saya ingin menjemput anakku pulang sekolah dan mampir kerumah mertua. Alangkah terkejutnya saya melihat suamiku disana. Bukannya bekerja malah tidur pulas di depan TV rumah mertuaku. Oke.. kumaklumi itu. Kuputuskan untuk pindah kawasan kerja alasannya suamiku sudah sekian tahun tidak memberi nafkah tanpa ada pertanyaan dariku wacana tanggung jawabnya. Rumah tangga kami dikenal serasi alasannya memang tidak pernahh terdengar selisih paham diantara kami. Alhamdulillah saya diterima dengan honor 1.500.000 per bulan. Posisiku sebagai sekretaris dii perusahaan itu. Setelahh jalan 1 tahun bekerja di kawasan itu Managerku manaruh hati padaku. Karena ia melihat semua pekerjaan yang diberikan padaku tidak pernah kutolakk bahkan mengeluh. Dia sering mengajak makan disaat break. Aku terima dengan biasa saja. Bisa dikatakan managerku termasuk orang yang mapan dari segala sisi. Tapi saya tetap pada prinsipku bahwa saya memiliki suami. Bahkan managerku sempat mengajakku kawin lari dan meninggalkan suamiku. Kebetulan ia tahu persoalan keluargaku dari temannya. Dimana temannya ialah anak dari tetangga mertuaku kawasan suamiku tidur siang dan bermalas malasan tanpa ada beban bahwa di memiliki istri dan anak. Tapi saya tidak sanggup meninggalkan anakku. Mau jadi menyerupai apa masa depannya kalau orang tuanya bercerai?Menjadi menyerupai aku? Sebagai kawasan pelampiasan amarah dan hawa nafsu sewaktu masih muda dulu?Aku tidak sanggup walaupun sudah tidak berpengaruh dengan keadaan menyerupai ini meski usia pernikahanku memasuki tahun ke-9 tanpa nafkah dari suamiku.

Pertanyaanku :
1. Apakah saya harus membicarakan tanggung jawab menafkahi kluarga walaupun saya tahu bahwa karenanya kami bertengkar kalau persoalan itu dibicarakan?

2. Apakah saya harus menuntut nafkah menyerupai para istri lainnya kepada suamiku walaupun saya tahu bahwa ia tidak sanggup membelikan 1 potong pakaian alasannya saya tidak penting atau lebih penting anggota keluarganya?

3. Apakah saya harus tetap pura2 bahwa keluarga kami tidak ada persoalan demi menjaga kekerabatan biar tidak berselisih paham?

4. Apakah saya harus bertahan mengatakan apa yang ia minta termasuk kekerabatan intim padahal ia tidak pernah memberikanku kepuasan alias puasnya ia saja?

5. Apakah saya harus menuntut cerai kepadanya?

terima kasih atas waktu senggangnya membaca coretan dari saya. Padahal saya tidak pernah dongeng kepada siapapun wacana persoalan keluarga yang saya alami. Saya sudah tidak berpengaruh lagi. Tapi saya tidak sanggup meninggalkan anak saya. Mohon pendapatnya.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


JAWABAN

1. Masalah tanggung jawab suami untuk menafkahi keluarga sebaiknya dibahas dengan suami biar ia kembali menyadari kewajibannya dan biar kehidupan anda berdua menjadi semakin baik dan harmonis. Tidak menyerupai kehidupan ketika ini yang kelihatan serasi tapi bergotong-royong menyimpan api dalam sekam.

2. Sebaiknya anda menuntut nafkah pada suami alasannya itu hak istri dan kewajiban suami untuk melakukannya. Dan suami berdosa apabila mengabaikan soal ini. Dengan mendiamkan, anda secara tidak eksklusif ikut membantu suami berbuat dosa. Baca: Suami wajib menafkahi istri walaupun kaya.

3. Ke lingkungan luar, boleh saja berpura-pura rukun. Tapi di dalam, di antara anda dan suami, situasi harus diperjelas. Anda berdua akan hidup berdua dalam waktu yang lama, anda harus ungkapkan semua hal yang terpendam di hati, biar persoalan yang terpendam segera terbuka dan terpecahkan.

4. Selagi anda berstatus sebagai istri, maka kewajiban anda untuk mentaati seruan suami selagi bukan seruan melaksanakan dosa. Bahwa ternyata suami tidak melaksanakan kewajibannya, itu soal lain.

5. Secara aturan negara, istri berhak melaksanakan gugat cerai apabila suami tidak pernah memberi nafkah lahir atau batin. Secara agama, gugat cerai juga dibolehkan. Apabila gugat cerai diluluskan oleh Pengadilan Agama, maka anak secara otomatis akan ikut ibunya. Baca: Cerai dalam Islam
Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:
close