Ket. Gambar: Hantaran lamaran pengantin karya Santri Putri PP Al-Khoirot
ORANG TUA MENEKAN ANAK AGAR CERAI DARI SUAMI
Assalaamualaikum warahmatullahi wabarokaatuh.
pak ustadz saya mohon pencerahan untuk duduk kasus saya.
saya ingin bercerita agak panjang biar duduk kasus yg saya alami sanggup terurai terperinci sehingga bpk sanggup memberi solusi yang terbaik.
saya wanita 32 th, sdh menikah 5,5 thn dg suami 36th, dengan satu anak pria umur 4,5 th.
pekerjaan suami saya sangat menyita waktu dan jam kerja yang tidak beraturan. dari awal menikah saya sudah mengetahui dan tidak duduk kasus dengan itu. ketika lahir anak kami, kami titpkan pada orang bau tanah lantaran kami berdua bekerja dan orang bau tanah ridha dengan hal ini. sedangkan uang susu dan kebutuhan anak ialah dari kami (sesungguhnya dari honor saya, honor suami untuk kami hidup), kadang kalau ada kekurangan sedikit ditambah oleh ortu. umur 2 th anak saya bawa ke kota daerah saya bekerja.
hubungan saya dan suami tidak terlalu baik lantaran kami sering cek cok, sedikit-sedikit ia menyalahkan saya lantaran hal-hal kecil, sedangkan saya tipe orang yang tidak suka membesarkan masalah.
saya suka ketenangan. nada bicara suami selalu tinggi sehingga kami sering salah paham, saya tidak mencicipi kelembutannya, menasehatipun dengan nada yang tinggi. saya jadi hilang perasaan cinta dan kadang benci thd perilaku suami.jika murka selalu bilang saya tidak bersyukur, otak udang, ndeso bahkan pernah bilang kalau pelacur 10x lebih baik dari saya. padahal saya tidak pernah menuntut apa-apa, dan tidak keluar rumah kalau tak ada perlu.
duduk kasus muncul ketika pertengahan 2011 suami saya ikut mengaji yang katanya tarekat, dari habis isya hingga rumah pulang sekitar jam 1 pagi. bekerjsama sebelum ia ikut mengaji, ia sudah tidak punya waktu untuk saya, kami hanya bertemu sekitar 2x seminggu. ditambahi mengaji di waktu malam maka otomatis tidak ada waktu sama sekali untuk saya dan anak kami. perjalanan antara rumah dan kantor suami sekitar 1 jam atau 1,5 jam kalau macet.
dan perlakuan suami selama ini tidak menyampaikan kasih sayang atau cinta pada saya. saya meridhoi ia mengaji lantaran saya berdoa semoga dengan mengaji akan mengubah sikapnya menjadi jauh lebih baik thd saya. tetapi yang terjadi bahkan semenjak mengaji beberapa waktu, ia tidak menyentuh saya sama sekali hampir 3 minggu. alasannya kalau ikut tarekat nafsunya padam. ibu saya sering menelpon, hampir setiap hari, dan setiap menanyakan suami saya, saya selalu bilang tidak ada, masih kerja. suatu ketika ibu menelpon lagi, saya bilang suami sudah 5 hari tdk pulang, sudah 2 ahad hanya pulang 2x. ibu saya kaget dan merasa kasian lantaran selama membawa anak saya, dari jam 4 pagi saya sudah berdiri menyiapkan segala kebutuhannya untuk kemudian saya titipkan sebelum saya bekerja, dan saya jemput ketika saya pulang kerja jam 5 sore, setelahnya saya tidak beristirahat hingga jam 10 malam, otomatis segala sesuatu saya kerjakan sendiri sedangkan suami saya tidak ada waktu untuk kami sama sekali. dengan hal ini, kemudian ibu "melihatkan" suami saya ke "orang pintar" yang katanya bahwa suami saya sering kadang tidak bekerja dan tidak mengaji ketika pamit ke saya bekerja atau mengaji. si orang2 berilmu ini (ada 3 org dan ke 3nya menyampaikan hal yang serupa) bilang bahwa suami saya kadang menginap di rumah sobat jalanannya(bukan sobat ngaji ataupun sobat kantor) kadang ke hiburan malam. dan juga bilang kalo suami saya ada wanita lain yang kadang diladeni dan kadang tdk dihiraukan, bahkan 2 org berilmu diantaranya menyampaikan mereka pernah kumpul dalam arti bekerjasama suami istri.kadang kalau ingat kata-katanya bahwa pelacur 10x lebih baik dari saya, kadang saya berpikir apa benar suami saya pernah melakukannya.
pak ustadz, ibu saya tiba ke org berilmu tanpa sepengetahuan saya, dan saya bekerjsama tidak oke terhadap hal-hal menyerupai ini. selama ini saya mempercayai suami saya, tapi bekerjsama suami saya ini sering bohong hal-hal yang kecil-kecil berulangkali sebelum dan selama menikah. walaupun ada bukti di depan mata, ia tetap mengingkari. sejauh saya mengenal, saya merasa suami saya berilmu berakting, hingga saya tidak mengetahui mana yang bohong mana yang ia jujur.
puncaknya ibu saya pribadi menelpon suami saya dan menuduh macam-macam sesuai yang di katakan orang-orang berilmu itu, tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan saya. saya antara percaya dan tidak atas kebenaran tuduhan itu, lantaran suami sendiri sering bohong hal-hal kecil dan pernah menyampaikan bilang kalau pelacur 10x lebih baik dari saya., tapi dalam hati saya mengingkari lantaran tidak ada bukti. mau percaya saya tidak ada bukti, mau tak percaya, suami saya alasannya bekerja dan ngaji, sehingga saya menentukan untuk berprasangka baik, lantaran saya takut menuduh zina tanpa bukti di hadapan Allah nanti.
ibu saya marah, dan ketika ibu dan ayah saya tiba ke rumah kami, suami saya dipanggil dan dinasehati biar meluangkan waktu untuk istri dan anak. ketika itu hari ahad ialah pengajian bulanan, sedangkan ia gres pulang kerja di ahad subuh, mau berangkat lagi pengajian jam 7 paginya. saya bekerjsama tidak ingin ia pergi lantaran ia gres datang. tapi ia berkeras, dan sampe menjelaskan dengan membentak-bentak kedua orang bau tanah saya, lantaran merasa orang bau tanah saya memfitnah macam-macam.
semenjak itulah keluarga kami jadi berantakan. ibu saya mengusir ia dari rumah (rumah yang kami tinggali ialah pemberian orang bau tanah saya) dan meminta suami saya menceraikan saya, lantaran ibu menilai suami sering mengabaikan anak istri, dan tidak baik thd saya. bahkan ketika kami cekcok ia pernah mengancam saya dengan pisau, yang disabetkan ke kolam mandi anak ketika saya memandikannya. mengancam membunuh via sms dan mengancam membawa anak kami kabur kalau bercerai atau orang bau tanah saya ikut campur dsb. dibelikan rumah menolak bahkan mau menceraikan saya kalau belinya kredit lantaran riba. kesudahannya saya menentukan beli tunai bayar 50% dulu sesuai uang yang ada, walaupun masih ada hutang ke penjual tetapi kami tidak ada riba lantaran tidak melalui bank. dibelikan tunai pun juga tidak mendapatkan dengan baik, tinggal membersihkan juga tidak mau. pada dasarnya yang kami liat ia kurang bersyukur.karena itulah orang bau tanah saya semakin tidak suka.
ibu juga menekan saya, kalo suami tidak minta maaf atas kelakuannya, maka ia tidak mau suami saya menjadi menantunya lagi.
hingga kini sudah sekitar 8 bulan suami saya tidak bekerjasama dengan orang bau tanah saya, dan sdh 3 bulan diusir dari rumah,tapi saya suruh balik krn anak kami, sehingga kadang2 dikosan.
kemarin orang bau tanah saya sudah tahu bahwa suami sering dirumah, sehingga tidak terima, lantaran sudah merasa benci menantu alasannya sikapnya yang dinilai kurang bimbing dan tidak tahu terimakasih.
kemudian ibu menekan saya kembali, menyuruh ia minta maaf pd orang tua, kalau tidak maka ia tidak sudi punya menantu suami saya lagi. pada dasarnya mau tdk mau saya harus bercerai kalau suami tdk mau mmperbaiki sikapnya baik terhadap saya maupun thd ortu saya.
pak ustadz, saya sudah memaafkan suami saya, walaupun seandainya tuduhan itu benar. pada dasarnya saya sdh memaafkan apapun kenyataannya (walaupun saya belum tahu apa benar ia menduakan dll). sehingga duduk kasus tinggal di suami dan ortu saya. sampe kini belum selesai (sdh hampir 8 bulan). dan hidup saya serasa tidak tenang, seperti ada bom waktu yang setiap ketika meledak.
1. suami saya sudah lebih baik kepada saya, sehabis insiden itu, walaupun masih bersitegang dengan ortu saya. saya mendukung ia kluar kerja (sdh 3 bln tdk kerja, sehingga menunggu anak dirumah, tidak perlu menitipkan anak di penitipan, sehingga kini anak lebih akrab dengan suami) dengan tujuan baik biar mencari pekerjaan yang ia sanggup ibadah, lantaran pekerjaannya menyerupai tidak ada kebaikan, diforsir tenaga, waktu, dengan honor tidak sesuai, dan lemburan tidak diberikan dan tidak ada kesempatan beribadah, juga tidak ada waktu untuk keluarga. kini hanya saya yang bekerja dan ahamdulillah penghasilan saya lebih besar sehingga masih sanggup mencukupi kebutuhan kami. saya menyembunyikan hal ini dari ortu lantaran saya kawatir kalau tau suami saya tidak kerja maka hubungan mereka bertambah buruk. apakah tindakan saya benar mendukung ia keluar kerja lantaran perusahaannya sudah berlaku zalim terhadap karyawannya? saya juga ingin ia tetap sanggup beribadah dan sanggup kerjaan yang waktunya normal.
2. dengan niat menerima ridha Allah, saya menentukan bersabar dengan ujian ini (bahwa suami saya dulunya dengan pekerjaan yg menyita waktu dan mengajinya, tidak ada sedikitpun waktu untuk saya dan anak) dan saya memutuskan tidak bercerai (dulu ingin cerai lantaran sikapnya yang tidak baik, selalu bernada tinggi kalau bicara dan tidak perhatian (tdk mesra,tdk lembut pada saya padahal pada org lain ia lemah lembut kalau bicara), tidak berusaha meluangkan waktu untuk kami, bersikeras pergi mengaji walaupun sudah berhari-hari tidak pulang kerumah.
sedang orang bau tanah ingin saya bercerai kalau suami saya tidak meminta maaf atas sikapnya dan memperbaiki diri. berdasarkan saya, suami saya sakit hati lantaran perilaku orang bau tanah yang pribadi menuduh. dan ortu saya merasa sakit hati lantaran selama ini membantu kami tanpa perhitungan tapi perilaku suami tidak menghargai thd ortu.
saya dilema, krn saya sudah memaafkan suami, tetapi ortu meminta saya berbakti dan murka kalau saya tetap bersama suami, kata ortu restu orang bau tanah ialah restu Allah, sedangkan yg saya baca di artikel-artikel islam ada hadits yang menyampaikan barangsiapa berniat menerima ridha Allah kemudian dengan itu ia mendapatkan kemarahan manusia, maka Allah akan meridhoinya dan menciptakan orang-orang ridho padanya (hr timidzi) disinilah kebingungan saya. mohon nasehat, apa yang sebaiknya saya lakukan?
saya tidak ingin cerai, tapi saya ingin tetap baik dengan ortu. suami tdk mau meminta maaf lantaran merasa ortu saya yang mencari gara-gara (dengan tuduhan itu), dan ortu saya tidak mau memaafkan lantaran suami saya tidak meminta maaf (karena sudah membentak-bentak ketika dinasehati, suami saya bilang ia membentak lantaran membela diri dari tuduhan).
semoga Allah selalu melimpahkan rahmat untuk bapak pengasuh beserta ponpesnya, maaf kalau terlalu panjang lantaran memang begitu keadaannya. saya sangat membutuhkan bantuannya.
mohon alamat email saya tidak dipublikasin. terimakasih.
wasalamualaikum warahmatullah
JAWABAN
1. langkah anda sudah sempurna kalau hal itu menjadi salah satu solusi keharmonisan rumah tangga. Walaupun suamilah yang berkewajiban untuk memberi nafkah keluarga tapi kalau istri rela suami tidak memberi nafkah untuk sementara lantaran tidak bekerja maka itu tidak apa-apa.
2. Berbakti pada orang bau tanah (birrul walidain) itu wajib. Akan tetapi ia terbatas pada perbuatan yang tidak melanggar syariah. Sementara di sisi lain, selama anda menjadi seorang istri dan rela menjadi istri dari suami anda, maka anda juga punya kewajiban lain yaitu menaati suami dan mengurus rumah tangga. Maka, tidak ada kewajiban bagi anda untuk menaati perintah orang bau tanah untuk cerai lantaran itu di luar batas ketaatan yang diwajibkan. Namun demikian, anda harus menjaga perasaan orang bau tanah dengan memberi klarifikasi yang baik dan sering komunikasi dengan mereka bagaimana anda sangat ingin mempertahankan keutuhan rumah tangga dan mohon maaf dan ijinnya pada orang bau tanah untuk itu.
Intinya: perintah orang bau tanah tidak wajib diikuti. Pada waktu yang sama, usahakan menciptakan orang bau tanah tidak sakit hati.
Lebih detail, baca juga artikel terkait:
1. Hukum Taat Orang Tua
2. Dipaksa Orang Tua Ceraikan Istri Sumber https://www.alkhoirot.net
Buat lebih berguna, kongsi:
